Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

ABOUT THIS BLOG

Assalamualaikum Wr.Wb.

Tujuan saa membuat blog ini yaitu untuk memenuhi tugas besar dari mata kuliah ICT. Dan juga menambah ilmu pengetahuan saya tentang blog, serta mengaplikasikana ke media internet.

Pengalaman saya kuliah di ATRO MUHAMMADIYAH MAKASSAR yakni, senang. Karna pengetahuan yang dulunya saa belum tahu, menjadi saya tahu dalam bidang RADIODIAGNOSTIK.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamualikum Wr.Wb.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GAMBARAN ULTRASONOGRAFI (USG) PADA PASIEN KOLESISTITIS AKUT DENGAN KOMPLIKASI HEPATITIS

ABSTRAK
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Keluhan yang khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda murray). Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran, anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pasien perempuan berusia 54 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri pinggang kiri dan kanan. Pasien juga mengalami demam dan gelisah sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengalami mual muntah sejak 2 hari yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu 38,5oC, nyeri tekan pada abdomen regio hipokondriaka dekstra dan epigastrik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan drastis pada angka leukosit, SGOT dan SGPT. Pemeriksaan USG abdomen memberikan kesan yang mengarah pada kolesistitis dan hepatitis. Pasien dirawatinapkan, dipasang infus, diberikan antibiotik spektrum luas, anti mual, anti nyeri, anti piretik dan direncanakan untuk dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu.

Kata kunci : kolesistitis, hepatitis, USG, nyeri perut kanan atas


KASUS

Pasien perempuan berusia 54 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri pinggang kiri dan kanan. Pasien juga mengalami demam dan gelisah sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengalami mual muntah sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Anggota keluarga juga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien nampak gelisah dan kesakitan, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu 38,5oC, nyeri tekan pada abdomen regio hipokondriaka dekstra dan epigastrik.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan drastis pada angka leukosit, SGOT dan SGPT. Pemeriksaan USG abdomen memberikan hasil :
-     Hepar : ukuran dan ekostruktur parenkim menebal, permukaan rata, sudut lancip, tak tampak nodul, v.porta/hepatica masih normal
-     Vesika Felea : ukuran dalam batas normal, dinding menebal, tak tampak batu, tak tampak gambaran obstruksi bilier
-     Pancreas : ukuran normal, ekostruktur parenkim homogen, permukaan rata
-     Lien : ukuran normal, echostructure parenchym homogen, permukaan rata
-     Renal dextra dan sinistra : ukuran masih dalam batas normal, ekostruktur parenkim dalam batas normal, batas kortikomedular dalam batas normal, PCS tak melebar, tak tampak batu
-     VU : dinding dalam batas normal, batu (-)
Kesan : kolesistitis dan hepatitis.


DIAGNOSIS

Berdasarkan pemeriksaan radiologi, dapat ditegakkan diagnosis kerja kolesistitis dengan komplikasi hepatitis.



TERAPI

Pasien dirawatinapkan, dipasang infus, diberikan antibiotik spektrum luas, anti mual, anti nyeri, anti piretik dan direncanakan untuk dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu.
  
DISKUSI
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Keluhan yang khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda murray). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya atu di saluran empedu ekstra hepatik.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien nampak gelisah dan kesakitan, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu 38,5oC, nyeri tekan pada abdomen regio hipokondriaka dekstra dan epigastrik. Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan peningkatan drastis pada angka leukosit, SGOT dan SGPT yang menjadi indikasi adanya komplikasi pada hepar.
Pada pemeriksaan USG, tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positif transduser sign.
Pemeriksaan USG pada pasien ini menunjukkan adanya penebalan pada dinding vesika felea maupun pada sebagian dinding dan parenkim hepar. Sehingga memberikan kesan adanya peradangan pada kandung empedu dan hepar. Perbandingan antara persentase kerusakan pada dua atau lebih organ yang nampak melalui pemeriksaan USG dapat menjadikan dasar untuk menetapkan komplikasi atau penyebaran penyakit, dalam hal ini kerusakan pada vesika felea empat kali lebih berat dibandingkan dengan kerusakan pada hepar, sehingga dapat dikatakan bahwa radang pada vesika felea telah mengenai hepar dan menyebabkan hepatitis kronis karena berlangsung dalam waktu yang lama.
Pemeriksaan radiologi untuk kolesistitis dapat berupa USG, foto polos abdomen dan CT scan abdomen. Pada pasien ini dilakukan pencitraan dengan USG karena pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Pemeriksaann ini tidak mempunyai kontraindikasi, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan segera.
Pada pasien ini penatalaksanaan meliputi rawat inap, pemasangan infus, pemberian antibiotik spektrum luas, anti mual, anti nyeri, anti piretik dan direncanakan untuk dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu.


KESIMPULAN

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Keluhan yang khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Pemeriksaan radiologi untuk kolesistitis dapat berupa USG, foto polos abdomen dan CT scan abdomen. Pemeriksaan dengan USG banyak dipilih karena bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Pada pemeriksaan USG, tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positif transduser sign. Perbandingan antara persentase kerusakan pada dua atau lebih organ yang nampak melalui pemeriksaan USG dapat menjadikan dasar untuk menetapkan komplikasi atau penyebaran penyakit, organ dengan kerusakan yang lebih minimal dikatakan sebagai organ yang terkomplikasi.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala

A. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
  1. Tumor,massa dan lesi
  2. Metastase otak
  3. Perdarahan intra cranial 
  4. Aneurisma
  5. Abses
  6. Atrophy otak
  7. Kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom)
  8. Kelainan congenital
B. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksui-instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak.Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut (Brooker, 1986)
b. Persiapan alat dan bahanAlat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Peralatan steril :
  • Alat-alat suntik
  • Spuit.
  • Kassa dan kapas 
  • Alkohol
2. Peralatan non-steril
  • Pesawat CT-Scan
  • Media kontras 
  • Tabung oksigen
c. Persiapan Media kontras dan obat-obatanDalam pemeriksaan CT-scan kepala pediatrik di butuhkan media kontras nonionik karena untuk menekan reaksi terhadap media kontras seperti pusing, mual dan muntah serta obat anastesi jika diperlukan. Media kontras digunakan agar struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan orga-organ tubuh lainnya dapat dibedakan dengan jelas. Selain itu dengan penggunaan media kontras maka dapat menampakan adanya kelainan-kelainan dalam tubuh seperti adanya tumor.Teknik injeksi secara Intra Vena ( Seeram, 2001 )
  1. Jenis media kontras : omnipaque, visipaque
  2. Volume pemakaian : 2 – 3 mm/kg, maksimal 150 m
  3. Injeksi rate : 1 – 3 mm/sec
C. Teknik Pemeriksaan
  • Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
  • Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar dengan lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal untuk kenyamanan pasien ( Nesseth, 2000 ).
  •   Scan Parameter
    1. Scanogram : kepala lateral
    2. Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II dari pars petrosum sampai verteks.
    3. Slice Thickness : 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range II )
    4. FOV : 24 cm
    5. Gantry tilt : sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito meatal line dengan garis vertical.
    6. kV : 120
    7. mA : 250
    8. Reconstruksion Algorithma : soft tissue
    9. Window width : 0-90 HU ( otak supratentorial ); 110-160 HU ( otak pada fossa posterior ); 2000-3000 HU ( tulang )
    10. Window Level : 40-45 HU ( otak supratentorial ); 30-40 HU ( otak pada fossa posterior ); 200-400 HU ( tulang )
  • Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras
    • Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala membutuhkan 6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut dapat bervariasi tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras adalah agar dapat membedakan dengan jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau tidak.
  • Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada umumnya:
    • Potongan Axial I 
      • Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut hemisphere. Kriteria gambarnya adalah tampak :


a. Bagian anterior sinus superior sagital
b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)
c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri) 
d. Sulcus 
e. Gyrus  
f. Bagian posterior sinus superior sagital
    • Potongan Axial IV
      • Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel. Criteria gambarnya tampak :

a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
c. Nucleus caudate
d. Thalamus
e. Ventrikel tiga
f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi) 
g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri
    • Potongan Axial V
      • Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar yang tampak :

a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna
    • Potongan Axial VII
      • Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan dengan baik dalam CT-scan. Modifikasi-modifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah tampak :
 
a. Bola mata / occular bulb
b. Nervus optic kanan
c. Optic chiasma
d. Lobus temporal
e. Otak tengah
f. Cerebellum
g. Lobus oksipitalis
h. Air cell mastoid 
i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid
 
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sejarah Radiologi Roentgen

Roentegen ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen tahun 1895, Universitas Wuszburg , Jerman. Mula diketemukan sinar tersebut dinamai sinar x namun oleh ilmuwan saat itu di namai Sinar Roentgen.
Sifat fisik dan kimia sinar x/ Roentgen :

  1. Mempunyai daya tembus terhadap bahan/ obyek , besar. Bahan tersebut makin padat / no atom tinggi , berkurang.
  2. Mempunai sifat pendar fluor.
  3. Menghitamkan film.
  4. Sinar x, sebagian memanttul kesegala arah jika menabrak molekul udara/benda
  5. Bergerak lurus. Maka dibuat kaca timbal.
  6. Mempunyai panjang gelombang rendah/ frequensi tinggi/ energi tinggi.
  7. Ionisasi bagi molekul benda yang tertabrak sinar x .
  8. Sifat biologi belum diketahui.
Karena belum diketahui sifat biologi sinar Roentgen, semua penemu sifat fisik / kimia. sinar tersebut , meninggal dunia dianggab o.k. sifat biologick sinar x/ roentgen.
Diantara puluhan korban sinar x , al :
  1. Albert Schonberg.
  2. Caldwel.
  3. Friedlander.
  4. Bergonie.
  5. Hermann Knoch.
  6. Irene Joliot curie.
Alat sinar x, mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Pada awal abad 20 sinar x ini digunakan RS militer dan RS Jakarta dan Surabaya. Prof B.J. Vander Plats adalah orang Belanda yang bekerja di Jakarta , telah melakukan terapi radiasi / radio terapi disamping radio diagnostik.
Orang Indonesia yang menggunakan sinar Roentgen, bernama R.M. Notokworo yang lulus di Leiden Belanda tahun 1912 dan bekerja di Semarang. Pada tahun 1895 saat ditemukan sinar x, lahir bayi Wilhekmus Zakarias Johanes yang dikemudian hari diangkat menjadi bapak Radiologi. Brevet Radiolog th.1939. Dr. W.Z Johanes juga mendirikan Sekolah Asisten Roentgen., sekarang APRO.
Sejarah perkembangan sinar x dan Radiologi :
  1. Pengunaan sinar x dalam foto polos , dan kontras , termasuk sederana.
  2. Penggunaan foto dengan kontras khusus , intra arteri, phlebografi , dll.
  3. Penggunaan foto dengan kontras lainya.
  4. USG.
  5. DSA.
  6. Interfensi radiology ,temasuk pemecahan batu ginjal.
  7. CT Scan , MRI dan Infra red imaging.
  8. DLL.
Segi- segi fisika / kimia sinar x :
Sinar x adalah pancaran gelombang elektro magnetic dengan panjang gelombang sangat pendek. Gelombang yang di pergunakan dalam dunia kedokteran antara 0,5 A – 0,125 A.
1 A = 10 pangkat -8 cm.
Gelombang electro magnetik lain , gelombang : radio, panas, infra merah, cahaya, ultra violet, sinar x, sinar gama dan sinar cosmic.
Sinar x berasal dari :
  • Tabung sinar x.
  • Bahan alam / buatan yang memancarkan sinar x
Tabung sinar x :
  • Filamen.
  • Tabung hampa udara.
  • Arus listrik kecil
  • Target Anoda voltase tinggi.
  • Window.
  • Selimut tabung
  • Kolimator / diafragma.
  • Arus tabung/ sinar electron/ beta.
Filament dialiri listrik dari transformator hingga menyala ( +/- 2.000 derejat C), maka akan timbul kabut electron. Makin panas , kabut electron makin tebal. Filamen sebagai katoda dan target anoda (+). Maka terjadi percepatan Elektron didalam tabung sinar x. Setelah menabrak target anoda, tenaga gerak electron berubah menjadi sinar x dan panas < 99 %.
Sinax ini memancar ke segala arah, polichomatis , sebagian besar mengarah ke window. Pada window dipasang Filter, yaitu logam AL setebal 0,5 mm. Dipasang juga kolimator/ diafragma, untuk membatasi sinar x keluar tabung. Sinar x yang keluar ini yang dimanfaatkan untuk memotret obyek foto.
Radiografi (pemeriksaan foto roentgen.)
Jenis pemeriksaan roentgen ad 2 macam :
  • Pemeriksaan fluoros kopi / doorlichting , tak dianjurkan lagi.
  • Radiografi.
Untuk pembuatan foto roentgen, dibutuhkan :
I. Perlengkapan untuk Radiografi.
II. Jenis pemeriksaan dan Posisi pemotretan.
III. Pengetahuan pesawat roentgen.
IV. Pengetahuan kamar gelap dan proses terjadinya gambar film.
Ad.I Perlengkapan meliputi :
1. Film roentgen :
  • Lapisan fim.
  • Karacteristik lainya.
  • Jenis- jenis film lainya.
  • Jenis film Roentgen menurut kecepatan.
2. Intensifaying screen .
3. Kaset sinar x., terdi dari :
  • Bakelit.
  • Intensifaying sceen atas.
  • Intensifaying screen bawah.
  • Lapisan timah.
  • Per dari baja. Yang membuat fil dan screen menempel rapat-rapat.
Kaset harus dijaga agar tidak cepat rusak,maka diperlakukan :
  • Hindari kaset jatuh atau mengalami pukulan.
  • Hindari kaset / sceen dari bahan kimia.
  • Harus tetap kering.
  • Jangan ditumpuk
sumber :  http://saulwisnupamungkas.wordpress.com/2010/03/23/sejarah-radiologi-roentgen/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Teknik Pemeriksaan Radiografi Vertebra Cervical

PROYEKSI AP (Atlas (C1) dan Axis (C2))
Open Mouth (Albers Schonbergl dan George)
Kaset :  Kaset yang digunakan dalam proyeksi ini yaitu kaset dengan ukuran 8 x 10 inci (18 X 24 cm).
Posisi pasien : Tempatkan pasien dalam posisi terlentang diatas meja pemeriksaan, kemudian pusatkan bidang midsagittal tubuh pada garis tengah grid. Atur lengan pasien di sepanjang sisi tubuh, dan atur bahu sampai terletak pada bidang horizontal yang sama. Jika perlu tempatkan penopang di bawah lutut pasien untuk kenyamanan.
Posisi objek : Tempatkan lR (kaset radiograf) ke dalam Bucky, dan pusat IR pada level aksis (V. Cervical 2).Sesuaikan kepala pasien sehingga bidang midsagittal tegak lurus terhadap bidang meja.Pilih faktor eksposur, dan atur posisi tube x-ray sehingga setiap sedikit perubahan dapat dilakukan dengan cepat setelah pengaturan akhir kepala pasien. Meskipun posisi ini tidak mudah untuk dinahan, pasien biasanya dapat bekerja sama sepenuhnya kecuali ia tetap dalam posisi, akhir tegang terlalu lama.Atur agar pasien membuka mulut lebar sebanyak mungkin, dan kemudian sesuaikan kepala sehingga garis dari tepi bawah gigi seri atas ke ujung prosesus mastoid (bidang oklusal) tegak lurus terhadap IR. Sebuah pengganjal kecil di bawah bagian belakang kepala mungkin diperlukan untuk mempermudah membuka mulut ketika keselarasan yang tepat dari gigi seri atas dan mastoid tips dipertahankan.
Proteksi Radiasi : Gunakan Perisai gonad.
Respirasi : Anjurkan pasien untuk menjaga mulut terbuka lebar dan perlahan mengucapkan “Hah” selama eksposur. Serta letakkan lidah di dasar mulut sehingga tidak diproyeksikan pada atlas dan axis dan akan mencegah gerakan mandibula.
Central ray :  Arah sinar tegak lurus ke pusat IR dan masuk ke titik tengah mulut yang terbuka
Struktur ditunjukkan : Gambar yang dihasilkan menunjukkan proyeksi AP dari atlas dan axis melalui mulut yang terbuka.  Jika pasien memiliki kepala yang dalam atau rahang panjang. Keseluruhan atlas tidak dapat ditunjukkan. Ketika bayangan persis superposisi dengan permukaan oklusal dari gigi seri tengah atas dan dasar tengkorak yang sesuai dengan orang-orang dari ujung proses mastoid, posisi tidak dapat diperbaiki. Jika pasien tidak dapat membuka mulut, tomografi mungkin diperlukan untuk melihat axis dan atlas.
Kriteria Evaluasi
Berikut ini perlu dibuktikan dengan jelas:
  • Tampak dens, atlas, sumbu, dan artikulasi antara Cervical 1 dan cervical 2.
  • Permukaan artikular seluruh atlas dan axis (untuk memeriksa perpindahan lateral)
  • Superposisi bidang oklusal dari gigi seri tengah atas dan dasar tengkorak
  • Lebar mulut yang terbuka
  • Bayangan lidah tidak diproyeksikan di atas atlas dan axis
  • Ramus mandibula sama jaraknya dari dens
CATATAN : SID 30-inchi (76 cm) sering digunakan untuk proyeksi ini untuk meningkatkan bidang pandang daerah odontoid.
PROYEKSI AP AKSIAL
Kaset : Kaset yang digunakan dalam proyeksi ini yaitu kaset dengan ukuran 8 x 10 inchi (18 X24 cm) memanjang.
Posisi pasien : Tempatkan pasien dalam posisi terlentang atau tegak dengan punggung melawan dudukan IR.Sesuaikan bahu pasien untuk berbaring dalam bidang horizontal yang sama untuk mencegah rotasi.
Posisi objek : Pusatkan bidang midsagittal dari tubuh pasien ke garis tengah meja atau perangkat grid vertikal. Extendsikan dagu sehingga bidang oklusal tegak lurus terhadap ujung meja. Hal ini mencegah superimposisi tulang mandibula dan pertengahan cervical. Kemudian pusatkan IR pada level C4. Atur kepala sehingga bidang midsagittal selaras lurus dan tegak lurus terhadap IR. Berikan pengganjal untuk kepala pasien yang memiliki lengkungan lordotic. Pengganjal ini akan membantu mengimbangi lengkungan dan mengurangi distorsi gambar.
Proteksi radiasi : Gunakan perisai gonad.
Respirasi : Tahan nafas.
Central ray : Diarahkan melalui C4 pada sudut 15 sampai 20 derajat cephalad. Sinar sentral masuk pada atau sedikit lebih rendah ke titik yang paling menonjol dari tulang rawan tiroid.
Struktur ditunjukkan : Gambar yang dihasilkan menunjukkan lima bagian bawah corpus servical dan dua atau tiga bagian atas corpus toraks, ruang interpediculate, superimposed transversus dan prosesus artikular, dan dalam ruang disk tervertebral. Proyeksi ini juga digunakan untuk menunjukkan ada atau tidak adanya tulang rusuk cervical.
Kriteria Evaluasi
Berikut ini perlu dibuktikan dengan jelas:
  • Tampak area dari bagian superior dari C3 ke T2 dan sekitarnya jaringan lunak
  • Tampak bayangan dari tengkuk mandibula dan superimposed di atas atlas dan sebagian besar aksis
  • Terbuka ruang diskus intervertebralis
  • Spinosus prosesus berjarak sama pada pedikel
  • Sudut mandibula berjarak sama pada vertebra.
PROYEKSI LATERAL (Grandy Metode)
R atau posisi L
Keset : Kaset yang digunakan dalam proyeksi ini yaitu kaset dengan ukuran 8×10 inchi (18x24cm) memanjang
SID : SID 60 sampai 72 inchi (152-183 cm) dianjurkan karena OID meningkat. Jarak yang lebih jauh membantu menunjukkan C7.
Posisi pasien : Tempatkan pasien dalam posisi lateral yang benar, baik duduk atau berdiri, di depan perangkat grid vertikal. Sumbu panjang veltebrae cervical harus sejajar dengan bidang IR.Mintalah pasien duduk atau berdiri lurus, dan menyesuaikan ketinggian IR sehingga itu berpusat pada level C4. Bagian atas IR akan menjadi sekitar 1 inchi (2,5 cm) di atas EAM.
Posisi objek : Pusatkan bidang koronal yang melewati mastoid tips ke garis tengah IR.Pindahkan pasien agar dekat dengan perangkat grid vertikal untuk memungkinkan bahu yang dekat bersandar terhadap perangkat sebagai dukungan. (Proyeksi ini dapat dilakukan tanpa menggunakan grid.)Putar bahu anterior atau posterior sesuai dengan kyphosis alami vertebra: jika pasien itu bulat bahu, putar bahu anterior, jika tidak, putar ke posterior.Sesuaikan bahu agar terletak dalam bidang horizontal yang sama, tekan sebisa mungkin, dan imobilize dengan memasang satu karung pasir kecil ke pergelangan tangan masing-masing. Karung pasir harus dari bobot yang sama.Hati-hati dan pastikan bahwa pasien tidak mengangkat bahu.Tinggikan dagu sedikit, atau pasien menjulur mandibula untuk mencegah superimposisi ramus mandibula dan tulang belakang. Pada waktu yang sama dan dengan bidang midsagittal kepala vertikal, mintalah pasien untuk melihat terus di satu tempat di dinding. Bantuan ini mempertahankan posisi kepala.
Proteksi radiasi : Gunakan perisai gonad.
Respirasi : Tahan respirasi pada akhir ekspirasi penuh untuk mendapatkan depresi yang maksimum bagian bahu.
Central ray : Horisontal dan tegak lurus terhadap C4. Dengan pemusatan seperti, garis yang diperbesar dari bahu terjauh dari IR yang akan diproyeksikan di bawah tulang leher bawah.
Struktur ditunjukkan : Gambar yang dihasilkan menunjukkan proyeksi lateral corpus servical dan interspaces mereka, pilar artikular, lima bawah sendi zygapophyseal, dan prosesus spinosus. Tergantung pada seberapa baik bahu dapat ditekan, sebuah proyeksi lateral yang baik harus mencakup C7, kadang-kadang T1 dan T2 juga dapat dilihat.
Kriteria Evaluasi
Berikut ini perlu dibuktikan dengan jelas:
  • Tampak ketujuh cervical dan setidaknya sepertiga dari T1. (Kalau radiograf terpisah dari wilayah cervicothoracic direkomendasikan.)
  • Leher diekstensikan sehingga mandibula tidak tumpang tindih atlas atau axis.
  • Tampak superposisi atau hampir superimposed dari mandibula.
  • Tidak ada rotasi atau kemiringan cervical spine yang ditunjukkan oleh sendi zygapophyeal yang terbuka.
  • C4 di tengah radiograf.
  • Tampak detil tulang dan jaringan lunak.


 

sumber :  http://bocahradiography.wordpress.com/2012/09/04/teknik-pemeriksaan-radiografi-vertebra-cervical-bag-1/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX

PEMERIKSAAN  RADIOGRAFI THORAX

Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada. Teknik radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih disesuaikan dengan inidikasi pemeriksaan, misalnya bronchitis kronis, KP, fleural effusion, pneumo thorax dan lain-lain.
Untuk menentukan posisi mana yang tepat, harus menyesuaikan antara tujuan pemeriksaan dengan kriteria foto yang dihasilkan.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit  paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.

Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)               
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)       
- untuk memeriksa keadaan jantung        
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1.   Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis), infeksi (pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s granulomatosis, rheumatoid arthritis.  Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis. Nodul juga dapat multiple.
2.   Kavitas
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker, emboli paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri anaerob dan jamur, dan wegener’s granulomatosis.
3.   Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN FOTO THORAX
A.  PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN  
1.   Meja pemeriksaan
2.   Film, kaset
3.   Marker dan asesoris lain
4.   Pesawat Rontgen
B.   INDIKASI PEMERIKSAAN      
Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain :
1.   Infeksi traktus respiratorius bawah, Misalnya : TBC Paru, bronkitis, Pneumonia
2.   Batuk kronis
3.   Batuk berdarah
4.   Trauma dada
5.   Tumor
6.  Nyeri dada
7.   Metastase neoplasma
8.   Penyakit paru akibat kerja
9.   Aspirasi benda asing

C.   PERSIAPAN PEMERIKSAAN      
1.     Mengidentifikasi klinis / indikasi pemeriksaan
2.   Memilih teknik radiografi yang tepat
3.   Memberikan instruksi kepada pasien
D.  POSISI PEMERIKSAAN
1.   Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.
PA ViewPA radiograf
2.   Posisi AP (Antero Posterior)
Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.
3.   Posisi Lateral Dextra & Sinistra
Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.
Lat radiograf
4.   Posisi Lateral Dekubitus
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal.
5.   Posisi Apikal (Lordotik)
Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.
6.   Posisi Oblique Iga
Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat.
7.    Posisi Ekspirasi
Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.
E.   PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.   Memasang kaset dan memberikan marker
2.   Mengatur posisi pasien
3.   Mengatur jarak ( FFD),
4.   Menentukan Arah Sinar (CR) dan  Pusat Sinar (CP),
5.   Mengatur kolimasi Menentukan faktor eksposi dan proteksi radiasi
6.   Melakukan eksposi
7.   Melakukan processing film
8.   Mengevaluasi hasil foto

sumber :  http://radiologitop.wordpress.com/2013/12/26/pemeriksaan-radiografi-thorax/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS